Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan oleh BPS pada Maret 2021 lalu, rata-rata biaya hidup di Kalimantan Utara adalah sebesar Rp1.725.412 per orang. Rerata nominal ini disebut-sebut menjadi yang tertinggi kelima nasional dan kedua di Pulau Kalimantan.
Mengapa demikian? Segala bentuk kebutuhan pokok masyarakat Kaltara didatangkan dari luar pulau. Kaltara ketergantungan pada produksi pangan seperti beras dari petani di Jawa dan Sulawesi.
Setidaknya ada 2 penyebab mahalnya biaya hidup di Kaltara terkait pangan. Kekurangan pasokan dan biaya pengiriman yang mahal. Ini ironi, sebab Kaltara berpotensi sebagai lumbung pangan. Lahan sawah, lahan kebun terbentang tak terkira luasannya.
Bagaimana langkah menekan biaya hidup ini? Tidak ada cara lain. Pangan hanya bisa diatasi dengan menjadikan daerah ini sebagai produsen. Dan membuat kompetisi antara produk lokal Kaltara dan produk dari luar. Tetapi untuk sampai ke sana, perlu kehadiran pemerintah mendorong produk lokal .Kembangkan pertanian bukan dalam tataran konsep. Tetapi aksi nyata secara tepat dan tepat.
Tidak butuh waktu lama untuk menjadikan Kaltara lumbung pangan. Asalkan dilakukan secara konsisten dan program yang tepat.
Tahun 2020 Upah Minum Provinsi (UMP) di Kaltara pada 2020 ditetapkan sebesar Rp 3.000.804. Karena adanya kenaikan biaya hidup pada tahun 2021, pemerintah lantas menaikkan UMP menjadi Rp3.016.738. Langkah ini tidak menekan biaya hidup. Hanya menekan ‘keributan’ sosial. Seharusnya, disaat tuntutan biaya hidup meningkat, pemerintah harus mencari penyebab dan mengatasinya. Bukan menutup luka, tetapi mencegak supaya tidak luka.
Kaltara harus mandiri dalam penyediaan pangan. Untuk itu, masyarakat harus selektif. Tidak lama lagi pemilihan kepala daerah berlangsung. Gubernur Kalimantan Utara akan segera dipilih kembali. Begitupun Bupati dan Walikota.
Perlu pemikiran yang jernih untuk menentukan siapa diantara tokoh-tokoh terbaik itu yang akan memimpin. Pangan adalah kebutuhan dasar hidup manusia. Mengutip Bahasa Datu Iman Suramenggala, calon Bupati Bulungan. “Tidak ada yang indah jika perut lapar,” . Begitu pentingnya mengatasi kerawanan pangan ini.
Pemilukada, seyogyanya adalah pemilihan konsep pembangunan terbaik untuk daerah. Bukan pemilihan figur dan ketokohan. Perlu direnungkan, bahwa keberhasilan suatu daerah, dimulai dari pemilih yang bijak. Dan pemilih yang bijak adalah pemilih yang memilih karena pikirannya bukan karena emosinya. (paktaniku.com)