Animo masyarakat mengkonsumsi beras lokal ternyata masih cukup tinggi. Rasa dan aroma yang khas menjadi alasan utama, mereka tetap berburu mencari beras ladang atau beras gunung, meskipun harga di atas beras karungan yang datang dari luar Kaltara dan stok yang tidak banyak.
Seperti pengakuan Ibu Resty, warga Tanjung Selor yang sedang menuggu penjual beras lokal menakar beras pesanannya. “Saya sekeluarga sudah terbiasa makan beras ladang,” ujarnya.
Resty selalu menyempatkan membeli beras lokal di Pasar Induk Tanjung Selor jika stok di rumahnya sudah menipis. Dia menyayangkan produksi padi lokal dari masyarakat ini tidak bisa bersaing dengan beras karungan.
“Ya, harusnya pemerintah bisa membantu agar beras-beras lokal seperti ini bisa bersaing dan tidak sulit didapatkan,” ujarnya ketika diajak berbicang-bincang seputar persoalan yang dihadapi konsumen beras lokal.
Resty membeli beberapa kilo jenis beras ikan. Dia mengemasnya menggunakan karung beras bekas beras premium yang disiapkan penjual.
Selain rasa yang enak, beras-beras gunung masyarakat Kaltara adalah beras organik. Tanpa menggunakan pupuk dan penggunaan pestisida, padi gunung ini tumbuh hanya mengandalkan unsur hara tanah alami. Sehingga untuk meningkatkan proksinya perlu perluasan lahan. Sayangnya beras-beras ini belum mendapat sertifikasi organik, sehigga belum dapat disejajarkan dengan beras organik dari daerah lain.
Dengan adanya UU 18/2012 dan Perpres 81/2024, masyarakat petani nantinya bisa menagih janji pemerintah untuk memberikan perlindungan dan perhatian untuk peningkatan beras lokal sebagai salah satu sumber pangan berbasis lokal. (paktaniku)