Pemerintah Harus Konsisten. Tanjung Buka Pernah Garap 500 Ha Sawah

Friday, 19 July 2024 11:47:35 | 135 views

Penulis: paktanik
Editor: paktanik
Tumpukan Karung Beras yang pernah dicetak Wahid, masih tersisa cukup banyak. (foto/paktaniku)
Tumpukan Karung Beras yang pernah dicetak Wahid, masih tersisa cukup banyak. (foto/paktaniku)

Konsistensi dan kehadiran pemerintah di tengah-tengah petani menjadi kunci utama untuk menjadikan Kalimantan Utara mandiri dalam sektor pangan, khusus nya beras.

Pemerintah tidak cukup hanya memberikan bantuan kepada petani, tetapi lebih dari itu. Pemerintah harus ambil peran dalam tata niaga, perlindungan dan jaminan dalam tata niaga terhadap produksi hasil-hasil pertanian.

Kesimpulan itu, setidaknya bisa dibuktikan dari kejadian yang dialami petani di Tanjung Buka tepatnya di SP 1 medio 2011 – 2013. Saat itu, petani yang tergabung dalam Gapoktan setempat, dengan dukungan pemerintah, mengolah sawah hingga kurang lebih 500 hektar.

Wahid, pengurus Gapoktan di SP 1 mengakui, saat itu produksi petani berkisar antara 3 hingga 6,5 ton gabah kering per hektar. Jika akumulasikan, saat itu produksi gabah kering dari SP 1 saja sudah mencapai 2.250 ton gabah kering, jika dirata-ratakan produksi per hektarnya adalah 4,5 ton gabah kering atau sekitar 1.000 ton beras. Wahid yang saat itu juga menjadi salah satu penyalur beras petani, bahkan sudah membuat merek dan kemasan karung sendiri.

“Saya sampai bisa kirim ke Tarakan,” kenang Wahid.

Namun masalah kemudian muncul. Pedagang beras kurang bahkan tidak berminat membeli beras lokal, meskipun dijual dengan harga yang sama dengan beras-beras yang berasal dari luar Kaltara. “Beras kami tidak bisa tahan lama. Ya, paling bisa bertahan hingga dua bulan. Sementara beras dari luar bisa bertahan lebih dari itu,” ujarnya.

Ada banyak faktor yang membuat beras lokal tidak bisa bertahan lama jika dibandingkan dengan beras yang didatangkan dari Pulau Jawa dan Sulawesi. Salah satunya adalah tingkat kekeringan yang tidak standar. Petani mengandalkan pengeringan dengan sinar matahari sehingga kekeringannya tidak seragam. “Selain itu kita tidak menggunakan pengawet. Makanya dua bulan sudah mulai muncul kutu,” imbuhnya.

Selain tidak diminati oleh pasar, ada masalah lain yang diceritakan Wahid dari pengalamannya mengelola Gapoktan di Tanjung Buka. Waktu itu, kata dia, pemerintah lewat Bupati sudah memberikan jaminan agar seluruh Aparat Sipil Negara (ASN) harus bisa menyerap hasil pertanian petani. “Waktu itu saya dikejar-kejar, harus bisa memasok beras hingga sekian ton. Tetapi saya lagi yang kesulitan mendapatkan gabah dari teman petani,” ujarnya.

Dari berbagai pengalaman dan kisah yang disampaikan petani dari Tanjung Buka ini, dapat diambil kesimpulan bahwa, potensi menjadikan Kaltara Mandiri dalam sektor pangan sangat terbuka dan sangat mungkin dilakukan. Namun, keseriusan dan konsistensi pemerintah untuk hadir di tengah-tengah petani menjadi hal yang paling utama. Apalagi jika ditelusuri lagi berbagai kendala, hambatan dan kekurangan petani lokal kita, masih banyak yang harus diperhatikan. “Program pertanian itu harus berkelanjutan. Jangan ganti pemimpin berubah lagi programnya,” imbuh Wahid. (paktaniku)

Tag

Rekomendasi

Newsletter

Polling Cepat

Siapakah calon pemenang di Pilkada pilihanmu.?

  • Nama 1 (0%, 0 Votes)
  • Nama 2 (0%, 0 Votes)
  • Nama 3 (0%, 0 Votes)
  • Nama 4 (0%, 0 Votes)

Total Voters: 0

Loading ... Loading ...

berita populer

Pengunjung

  • Pengunjung Hari Ini588
  • Kunjungan Hari Ini687
  • Total Pengunjung121121
  • Total Kunjungan132224
  • Pengunjung Online5