Ketahan pangan harus menjadi perhatian serius tidak hanya satu pihak saja. Tetapi semua stakeholder. Itu diungkapkan Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi. “Ini challenge bersama. Tidak bisa ditumpukan pada satu pihak saja,” ujarnya dalam dialog pada kanal Investor Daily Talk.
Bersama dalam penjelasannya, yakni terintegrasi semua pihak. Bapanas untuk menjaga stok, instansi teknis untuk meningkatkan produksi, badan usaha milik negara, private sektor hingga legislatif.
Menariknya, untuk mengatasi masalah pangan ini, selain bicara stok, Bapanas sebagai leading sektor memiliki cara lain yakni dengan kampanye B2SA (Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman).
Kampanye pola B2SA ini tentu bukan hal baru. B2SA ini intinya adalah menerapkan pola kearifan lokal dalam konsumsi pangan. Tidak selamanya harus mengkonsumi nasi dari biji beras. Namun bisa digantikan dengan mengkonsumi umbi-umbian dari singkong, atau sagu serta jagung.
Ini yang disebutkan sebagai salah satu kearifan lokal pangan di Indonesia yang memang sejak dulu sudah ada. Menerapkan pola konsumsi beraneka jenis pangan ini, diyakini dapat membantu dalam menjaga stabilitas pangan nasional.
Di Kalimantan Utara yang dihuni seluruh suku yang ada di Indonesia dan hampir semua jenis pangan tersedia, sangat tepat ikut mengkampanyekan pola B2SA ini. Kaltara bisa menjadi tempat budidaya padi, apalagi singkong dan jagung termasuk juga memiliki potensi sagu. Sehingga pola B2SA ini sangat memungkin dilaksakana.
Bagaimana dengan sumber protein? Kaltara punya potensi perikanan yang cukup besar. Jika dikelola dengan baik, Kaltara tidak kekurangan cadangan protenin hewani dari ikan.
Dengan menerapkan pola B2SA atau pola konsumsi beragam, selain untuk menjaga stabilitas pangan, pola ini juga dapat menjaga semangat dan minat petani untuk meningkatkan produktifitas pertanian pada berbagai macam varietas sesuai dengan kearifan lokal pangan tiap etnik dan daerah. (paktaniku)