“Siapapun pemimpinnya, kita rakyat tetap begini-begini saja”
Ungkapan ini sering terlontar, ketika mengajak masyarakat melek politik. Ungkapan itu muncul sebagai gambaran, tidak adanya kepercayaan rakyat terhadap pemimpin. Apa yang dibutuhkan rakyat, tidak mendapat perhatian pemerintah. Tidak mendapat alokasi anggaran. Terbangunlah paradigma yang tidak percaya pemimpin. Muncul sikap acuh pada proses politik.
APBD yang harusnya menjadi milik rakyat, tidak menetes menyentuh kepentingan rakyat. Itu realita pembangunan selama ini. Dr Yansen TP,M.SI – Mayjen (Purn) H Suratno, S.I.P,M.I.Pol, mengubah pola pembangunan dengan mengalokasikan dana RT minimal Rp100 juta per tahun, agar APBD tidak lagi menetes ke rakyat, tetapi mengucur.
Dulu, jelas Yansen TP, di perbatasan Kabupaten Malinau dengan Malaysia, ada istilah eksodus.
“ Garuda di dada, Harimau di perut”. Satire itu muncul pada warga perbatasan yang lebih banyak mengkonsumi produk Malaysia ketimbang Indonesia.
“Itu karena kebutuhan dasar mereka tidak terpenuhi dari pembangunan,” jelas Yansen TP. Namun sejak digulirkannya dana RT 260 juta per tahun, satire itu perlahan hilang dan tidak ada lagi eksodus. Masyarakat mengelola sendiri pembangunan kebutuhan dasar mereka, meningkatkan produktifitas pertanian.
Pradigma membuat pemerataan dalam pembangunan, diwujudkan Dr Yansen TP, M.Si melalui program dana RT. Yansen memahami, jika RT adalah tempat dimana seluruh masyarakat berada. Di sanalah pembangunan harus dimulai.
“APBD itu untuk dinikmati rakyat dalam bentuk pembangunan. Pertanyaannya, berapa APBD yang menetes dan menyentuh langsung kepentingan rakyat selama ini,” jelas Dr Yansen TP kepada sejumlah awak media dan konten creator di Based Café Senin (18/11).
Dr Yansen TP, tidak ingin APBD hanya menetes ke rakyat. Tetapi harus mengucur ke seluruh RT, dimana seluruh rakyat Kaltara berada. Merekalah yang menentukan apa yang harus dibangun untuk memenuhi kepentingan dasar hidup mereka. (paktaniku)