Penasaran dengan beras lokal Kalimantan Utara yang banyak sekali namanya. Selama ini yang terkenal, adalah beras Adan atau Beras Krayan. Beras terbaik, dengan harga di atas harga beras premium. Wajar, memang enak sehingga harganya mungkin dikategorikan super premium. Harganya mahal, bukan karena biaya produksinya, tetapi transportasinya. Itu masih sebanding dengan kelezatannya.
Di pasar Induk Tanjung Selor ada beberapa jenis beras lokal. Beras Keladi, Beras Angga, Beras Mayang, Beras Lawas, Beras Miau. “Masih ada lagi, tapi hanya ini saya ada sekarang,”ujar seorang ibu penjual beras yang sibuk menampi beras jualannya. Nama beras disandingkan dengan daerah asalnya. Belum ada deskripsi perbedaan terhadap masing-masing beras itu.
Harga beras lokal di sana sebanding dengan harga beras kualitas premium yang telah dikemas. Berkisar antara 18.000 – 24.000 per kilogramnya.
Sayangnya, beras lokal dijual seperti barang antik. Dijual pada waktu-waktu tertentu saja, dan bukan di toko sembako. Malah dipinggir jalan-jalan pasar. Pasti penjualan kalah saing dengan beras-beras yang didatangkan pedagang dari Jawa dan Sulawesi.
Wajarlah jika minat petani menurun untuk meningkatkan produksi. Harus ada keseriusan untuk mengubah kondisi ini, atau Kaltara selamanya akan tergantung dengan Jawa dan Sulawesi? Perputaran uang masyarakat Kaltara untuk pangan, bukan berputar di Kaltara, tetapi berputar di Jawa dan Sulawesi. Jumlahnya tidak sedikit. Lebih dari Rp 7 Triliun per tahun. (paktaniku.com)