Pupuk bagi petani, masih menjadi masalah serius. Tidak cukupnya jumlah pupuk subsidi yand mereka terima, berakibat pada rendahnya produktifitas lahan. Itu karena pemupukan sangat minim dilakukan karena hanya mengandalkan pupuk subsidi yang diterima. Ini diungkapkan Ibu Debi, salah seorang warga Pimping yang ditemui paktaniku.com saat menjemur jagung hasil panennya di bahu jalan trans Kalimantan.
“Satu keluarga hanya dapat 300 kilo setahun pak. Itu kurang sekali,” ujarnya.
Dari lahan yang kurang lebih 1 hektar, Ibu Debi memproduksi hanya sekitar 4 ton jagung kering. Jumlah ini jauh dari produksi jagung di Pulau Jawa dan Sulawesi dimana dalam satu hektarnya bisa mencapai 7-9 ton jagung kering.
Selain masalah pupuk, ketersediaan bibit juga masih menjadi persoalan. Jagung yang baru saja dipanen Ibu Debi dan keluarganya adalah jenis Pioner 35. “Dulu kita dapat bibit Pertiwi 2 tongkol. Kalau yang ini Pioner 35 hanya 1 tongkol,” jelasnya.
Dari bincang-bincang dengan petani di Desa Sungai Uma – Pimping ini, dapat diketahui, selain persoalan sarana produksi yang masih minim, edukasi terhadap petani tentang pertanian modern dengan pemanfaatan limbah-limbah sisa hasil panen menjadi pupuk, juga sepertinya belum pernah dilakukan. Padahal, jika edukasi seperti ini dapat dilakukan, kendala pupuk setidaknya dapat diminimalisir.(paktaniku)