Paktaniku : Kaltara menyimpan potensi besar di sektor pertanian. Alam Kaltara yang beragam, membuat banyak potensi yang bisa dikembangkan. Salah satunya adalah Vanili. Di pasar dunia, Vanili (Vanilla planifolia) atau kemeli, kerap dijuluki sebagai emas hijau atau batu bara hijau (green coal). Itu karena harganya yang fantastis seperti emas dan dibutuhkan banyak negara seperti batu bara.
Harga vanili seyogiyanya sangat mahal. Menurut catatan kementerian perdagangan, Biji vanili mencapai harga tertinggi di tahun 2018, yakni US$650/kg. Namun, pada tahun 2020, harga biji vanili terkoreksi menjadi US$200/kg. Sayangnya harga itu adalah harga di pasar ekspor, sementara harga yang sampai ditingkat petani sangat jauh. Karena persoalan harga yang ironi itu, petani yang membudidayakan vanili di Kalimantan Utara kerap tidak mengurus vanilinya lagi, sehingga produksi kembali menurun. Padahal, jika tetap dirawat dan dilengkapi dengan sedikit teknologi penyimpanan produk, vanili kering hasil produksi warga, bisa dipertahankan saat pasar ekspor sedang turun, dan baru dijual pada saat harga vanili membaik.
Dari beberapa referensi, vanili kering jika disimpan dengan cara yang tepat, dapat bertahan hingga 2 tahun, tanpa merusak kualitas dan aromanya.
Diperkirakan, saat ini vanili hasil panen di tangan petani se Kaltara jika dikumpulkan masih bisa mencapai setidaknya setengah ton kering. Petani lebih memilih menyimpan vanili dalam bentuk kering daripada dijual dengan harga murah.
Paktaniku, 9/7 lalu, menemui salah seorang petani vanili di Kabupaten Bulungan yang memilih menyimpan Vanili hasil kebunnya dalam kondisi kering dan berharap bisa mendapatkan harga yang bagus saat menjualnya nanti.
Diharapkan, potensi perkebunan Vanili kedepan bisa dikembangkan secara maksimal di Kalimantan Utara. Namun dengan pendampingan dari pemerintah secara maksimal utamanya dalam hal tata niaga. Petani harus diberikan perlindungan dan akses ke pasar internasional, agar harga Vanili mereka bisa bersaing. (paktaniku.com)