Bicara tentang Durian, dimana-mana, durian itu sama. Aroma nya khas menyengat, rasanya manis, pahit bahkan ada yang punya sensasi alkohol. Bagi orang kebanyakan, menikmati durian tidak ubahnya menikmati buah lain pada umumnya.
Namun bagi penikmat durian, ada sensasi dan prestise tersendiri yang ingin dirasakannya. Beberapa tahun lalu, tepatnya pasca Tsunami meluluh lantakkan Palu, saya bahkan sempat bersama rombongan komunitas durian nusantara, ke Palu Sulawesi Tengah. Mereka rela terbang ke Palu dari seluruh daerah di Indonesia, hanya untuk melihat Durian Pelangi asli Papua yang tumbuh berhasil di budidayakan di Palu. Konon, Durian itu gak pernah bisa tumbuh di luar Tanah Papua.
Hampir setiap pulau di Indonesia punya tanaman durian yang khas. Namun setiap daerah punya ciri dan keunikan nya tersendiri. Cumasi atau Namlung dari Pulau Bangka, Bawor dari Banyumas atau Musangking dan Oche (Duri Hitam) dari Pahang Malaysia. Semua jenis yang saya tuliskan itu, bisa tumbuh di luar daerah asalnya. Namun rasanya belum tentu sama.
Mulyana Ahmad, peneliti dan salah seorang pakar Durian Indonesia di laman Kebun Durian Berkelanjutan (KDB) yang dikelolanya, menuliskan, Musangking di Indonesia berbeda rasa dengan Musangking di Pahang, tempat asalnya.
Ada perbedaan unsur mineral tanah yang tidak sama, menyebabkan penyimpangan morfologi, sehingga rasanya menjadi sedikit aneh. Mulyana sempat berbicang dengan paktaniku.com via whatsapp. Dia mengakui, dia adalah murid dari Alm Lutfi Bansir, pakar Durian asal Kabupaten Bulungan yang menjadi korban dalam tragedi tenggelamnya speed di Perairan Tarakan 2017 lalu.
Dalam group KDB, Doktor bidang pertanian kelahiran 1971 itu merekomendasikan untuk beralih menanam durian unggul lokal daripada durian unggul dari luar.
Kalimantan punya buah yang unik yang diakui sebagai varietas endemik. Buah Lai. Buah yang dalam Bahasa latinnya diebut Durio kutejensis ini, asli memang jenis durian, tetapi terlajur dianggap masyarakat umum berbeda dengan durian. Padahal banyak nama yang disematkan kepada buah dengan ciri khas dagingnya kuning itu juga Durio.
Banyak namanya di tempat-tempat yang ditemui tumbuh Lai. Ada yang menyebut Durian kuning, Durian tinggang, Durian pulu, Nyekak, Ruas papaken, Sekawi dan Pekawai, tergantung daerahnya. Aromanya tidak menyengat laiknya durian. Beberapa jenis, dagingnya lebih berserat, namun ada juga jenis lain yang lebih krimi seperti durian. Ciri lainnya, duri yang menempel di kulitnya tidak setajam duri kulit Durian.
Saat ini, bibit Lai yang sudah diedarkan secara umum adalah Lai Mas. Masih ada lagi jenis lainnya, namun belum diedarkan secara umum, seperti Lay Kayan, Lai Rencong, Lai Nangka dan Lai Batuah.
Bibit-bibit ini memang belum dilabeli sebagai bibit unggul. Namun, sudah dibudidayakan di luar Kalimantan. Bahkan sudah menghiasi dan sudah berbuah di Taman Buah Mekarsari Bogor. Taman buah yang menjadi pusat pelestarian keanekaragaman hayati buah-buahan tropika terbesar dunia.
Disana semua buah unggul dikumpulkan dari seluruh Indonesia, baik untuk penelitian maupun untuk pemuliaan serta perbanyakan bibit unggul.
Pertanyaannya, apa yang telah dilakukan di Kalimantan Utara, terhadap keberadaan buah khas Pulau Kalimantan ini? Bagaimana kita menjadikan kekhasannya sebagai potensi? Bagaimana Lai dipopulerkan sehingga tenar seperti halnya Musangking atau Duri Hitamnya Malaysia?
Lai saat ini dilaporkan sudah mulai dilirik eksportir Malaysia dan Singapura. Bagaimana Kalimantan Utara menjaga Lai menjadi primadona? Misalkan menjadikan Lai sebagai tanaman di setiap hutan kota atau taman-taman kota dan rumah-rumah ibadah.
Atau membuat event Pesta Lai pada musim Lai dan mengundang para pakar untuk melakukan penelitian guna menghasilkan bibit-bibit unggul. Tugaskan Fakultas Pertanian Universitas Borneo, universitas kebanggan Kaltara untuk menelitinya.
Jika digarap dengan baik, tidak menutup kemungkinan, Lai juga akan setenar Ochee si Duri Hitam, Musangking atau Cumasi serta Supertembaga dan durian premium lainnya. (paktaniku)