Catatan : Gunawan dari Pulau Tiaz
Namanya mirip seorang gadis anggun, cantik dan pintar yang dulu saya kenal ketika di Kampus. Orang menulisnya Tias, tapi saya lebih senang menulisnya dengan mengganti ‘S jadi Z’. Tiaz. Mengingatkan saya masa kuliah dulu.
Begitupun gambaran saya ketika mendengar rencana Dr Yansen TP, ingin menjadikan Pulau Tiaz menjadi sebuah destinasi wisata baru di Kaltara. Dengan jumlah penduduk yang masih ratusan itu, sangat mungkin untuk menyatukan semangat mereka. Kegigihan mereka hidup disana, memberi sebuah keyakinan, kampung ini pasti dihuni orang-orang dengan semangat hidup yang tinggi.
Ini memang harus dilakukan. Kaltara belum ada destinasi wisata khusus yang menjadi rujukan. Yang bisa dikunjungi hingga menetap disana berhari-hari. Yang membuat kita bisa hidup berdampingan dengan nelayan dalam suasana yang berbeda.
Destinasi wisata kampung di atas air memang tergolong masih jarang. Bahkan di Kaltara dan Kaltim belum ada. Maratua, Derawan di Kaltim bukanlah kampung di atas air, tetapi unggul dengan keindahan alam bawah air yang luar biasa. Begitupun dengan kampung margasari di Balikpapan, hanya dijadikan sebagai contoh kampung atas air yang ditata lebih rapi dan memenuhi standar hidup layak.
“Disini kita bisa menikmati pemandangan kapal-kapal penduduk yang lalu-lalang, jembatan kayu, sunrise, sunset, serta terkadang kalau sore hari banyak anak-anak yang mandi di laut. Kalau lagi beruntung saat sore hari kita juga bisa membeli udang ataupun ikan yang masih segar dari para nelayan yang baru pulang melaut” begitulah gambaran Kampung Margasari di Balikpapan yang dikutip dari tripadvisor, salah satu web yang mengulas berbagai destinasi wisata di dunia.
Dalam pikiran Dr Yansen TP, M.Si, tidak hanya ditata menjadi kampung dengan standar hidup layak. Tetapi Kampung Tiaz ditata menjadi kekuatan ekonomi berbasis potensi masyarakat.
“Saya pernah ke China, disalah satu kampung seperti ini, semua rumah menyajikan menu sehari-hari mereka kepada turis. Dan turis (pengunjung) bebas memilih di rumah mana dia mau makan. Saya yakin masakan khas Bugis buatan ibu -ibu disini juga sangat enak untuk disajikan ke pengunjung,” papar Yansen TP.
Yansen TP terus mendorong bagaimana ekonomi rakyat itu kuat menjadi pilar pembangunan. Program dana Rp 100 juta per tahun itu, adalah cara Yansen TP membuat pembangunan dari bawah (dari masyarakat) ke atas. Bukan lagi pembangunan dari — atas ke bawah seperti selama ini.
Bukan mustahil bagi Yansen TP menjadikan Kampung Tiaz sebagai destinasi wisata baru di Kaltara. Di dunia, kampung-kampung terapung yang sudah menjadi destinasi wisata itu cukup banyak. Sebut saja seperti Margasari di Balikpapan, Kampung Anyer di Brunai, Ha-Long Bay di Vietnam, Koh Panyee di Thailand, Kay lar Ywa di Myanmar, Wuzhen di China, Tonle Sap di Kambodia, Kampung Tablasupa dan Anyapo di Papua.
Kampung-kampung itu dikelola warganya sendiri, bukan oleh pengusaha seperti Maladewa.
Yansen TP memiliki kecintaan kepada Kaltara yang begitu dalam. Sebagai putra daerah, dia berani menerobos berbagai tantangan membangun Kaltara. Seperti ketika daerah perbatasan jauh dari jangkauan jaringan selular. Sebagai bupati Malinau, Yansen TP membangun 12 tower selular di perbatasan. Walhasil, langkah itu kemudian ditiru beberapa daerah lainnya di Indonesia.
“Dulu jaringannya sangat stabil. Tetapi sekarang kritis lagi, karena pengguna semakin meningkat. Itu buktinya, ekonomi rakyat berkembang pesat,” ujarnya. (paktaniku)