Mengubah Paradigma Bertani

Friday, 05 July 2024 07:06:35 | 81 views

Penulis: paktanik
Editor: paktanik
Mengajak generasi mudah ke kebun meskipun hanya untuk menikmati hasil kebun, adalah pembelajaran awal bagi mereka untuk mencintai dunia pertanian. (dok)

Petani miskin, petani hidupnya susah. Itulah framing yang melekat kepada profesi sebagai petani. Tidak ada salahnya, tetapi tidak benar-benar amat. Tidak sedikit petani yang hidupnya makmur dan bahagia. Namun tidak sedikit pula petani yang hidup pas-pasan. Kenapa bisa begitu? Apa ada yang salah dengan cara kita bertani atau cara kita mengolah lahan? Tentu tidak. Dimanapun cara bertani itu hampir semua sama. Intinya sama, menanam, merawat dan panen. Yang berbeda hanyalah pada penggunaan teknologi saja dan perlakuan pola tanam.

Banyak petani yang hidup pas-pasan karena bertani hanya sekadarnya saja. Hanya bisa dijual di pasar lokal. Itupun masih untung-untungan. Untung kalau harga bagus. Kalau harga turun, tentu keuntungan makin tipis. Berbeda dengan pola pertanian yang sudah memikirkan untuk pemasaran dalam skala besar. Pangsa pasar mereka terbuka lebar. Harga fluktuatif masih dapat diantisipasi dengan memilih pasar. Kita ambil contoh saja. Petani jagung manis, saat akan mendekati tahun baru, mereka akan menjual jagung dengan harga yang cukup mahal. Malam tahun baru banyak diisi orang dengan kongkow-kongkow sambil menikmati jagung bakar atau jagung rebus. Harga di sore menjelang tahun baru bisa mencapai seratus ribu rupiah per ikat yang isi jagungnya hanya 4-5 biji. Tetapi setelah masa tahun baru, jagung manis kembali ke harga normal. Bahkan menjadi sangat murah di tingkat pengecer. Di tingkat petani, dijual per karung hanya pada kisaran 200 ribuan saja.

Bandingkan dengan petani jagung untuk pakan yang menanam jagung beberapa hektare. Harga per kilo jagung pipil memang lebih murah. Dikisaran 4.000 – 6.500 di pulau Jawa. Namun di Kalimantan harga di tingkat pengecer untuk jagung yang sudah digiling mencapai angka 12.000 – 14.000 per kilogramnya.

Jika dalam satu hectare lahan jagung memproduksi 7 ton saja, maka hasil pejualan nya jika dikalikan dengan harga jagung giling di Pasar Lokal Kalimantan Utara adalah 84 juta dengan harga 12.000 per kilogramnya. Dengan masa panen selama 105 hari saja, penghasilan ini sangat cukup untuk hidup di Kalimantan Utara. Bagaimana jika ditanam dalam beberapa hectare. Prospek yang sangat menjanjikan.

Namun ada satu masalah. Bagaimana jika harga anjlok karena supply yang tinggi? Kondisi ini menghantui para petani sebelum memutuskan untuk menanam jagung. Dalam kondisi ini dibutuhkan terobosan dengan mengakses pasar internasional (eksport). Sayangnya, tidak banyak petani kita yang mampu untuk itu. Harusnya pemerintah atau perusahaan daerah melirik potensi ini dan memahami peluang yang ada. Mengapa harus pemerintah? Karena diharapkan pemerintah dan perusahaan daerah yang menggunakan dana daerah, tidak semata-mata memikirkan keutungan semata, tetapi juga memikirkan kelangsungan hidup petani di setiap daerah. ( paktaniku.com )

Tag

Rekomendasi

Newsletter

Polling Cepat

Siapakah calon pemenang di Pilkada pilihanmu.?

  • Nama 1 (0%, 0 Votes)
  • Nama 2 (0%, 0 Votes)
  • Nama 3 (0%, 0 Votes)
  • Nama 4 (0%, 0 Votes)

Total Voters: 0

Loading ... Loading ...

berita populer

Pengunjung

  • Pengunjung Hari Ini588
  • Kunjungan Hari Ini687
  • Total Pengunjung121296
  • Total Kunjungan132401
  • Pengunjung Online8