Padi Gunung, Potensi Besar yang Terabaikan. Bukti Pemerintah Belum Hadir di Sektor Pertanian

Monday, 16 September 2024 10:27:08 | 782 views

Penulis: paktanik
Editor: paktanik
Reporter paktaniku.com hadir bersama warga di Pimping yang sedang manugal. Alat sederhana dari tongkat kayu ulin yang ujungnya dilapisi plat besi digunakan untuk menanam padi. (foto/paktaniku)
Reporter paktaniku.com hadir bersama warga di Pimping yang sedang manugal. Alat sederhana dari tongkat kayu ulin yang ujungnya dilapisi plat besi digunakan untuk menanam padi. (foto/paktaniku)

Jika anda sedang melintas di Jalan Poros Kaltara antara Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Malinau di pertengahan bulan September ini, anda akan sering menjumpai puluhan kendaraan roda dua terparkir disisi-sisi jalan di bawah rindang nya pepohonan. Itu adalah kelompok masyarakat lokal yang menugal (menanam) padi gunung dengan pola gotong royong (tegunyun).

Menugal/manugal satu dari sekian banyak kearifan lokal masyarakat Dayak di Kalimantan. Mereka menanam padi lokal di gunung yang dibersihkan dengan cara dibakar. Lahannya tidak perlu digemburkan dengan cangkul atau tracktor. Cukup dibakar, lalu ditanami padi menggunakan tongkat kayu yang ujungnya dibuat runcing untuk membuat lubang di tanah. Sejumput biji-biji gabah lalu dimasukkan ke dalam lobang tadi. Setelah ditanam, dibiarkan begitu saja tanpa pemupukan, hingga masa panen tiba.

“Rata-rata, usia panen antara 5 hingga 6 bulan,” ujar Dokohandoko, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) asal Kabupaten Malinau.

Menanam padi dengan pola ini, sudah dilakukan masyarakat Dayak turun temurun. Pada musim tanam seperti sekarang, mereka bergotong royong dari satu ladang ke ladang yang lain. Mereka menyebutnya, senguyun/tenguyun. Ujar Darius, warga Nahaya ketika bersama paktaniku.com mendatangi kelompok warga yang sedang manugal di Pimping Kabupaten Bulungan.

“Untuk Padi gunung, itu 100 persen organik, tanpa menggunakan pestisida, herbisida dan pupuk kiama. Hanya mengandalkan organik tanah,” jelas Doko. Di pasaran, harga beras organik sangat mahal, sehingga hanya dikonsumsi kalangan menengah ke atas atau orang yang sedang dalam kondisi tertentu.

Untuk 1 hektarnya, padi Gunung bisa menghasilkan hingga 2-2,5 ton. “Itu salah satu penyebab mengapa mahal. Karena usia panen cukup lama, produktifitas rendah. Dan rasanya yang memang sangat enak,” jelas Doko.

Potensi ini cukup menjanjikan untuk dikembangkan, jika pemerintah berkontribusi, tanpa harus mengubah pola yang telah dilakukan masyarakat secara turun temurun itu. “Ini adalah kearifan lokal yang harus dijaga dan dilestarikan. Jika didampingi, ini bisa jadi pendapatan ekonomi masyarakat lokal yang sangat menjanjikan. Tentu harus ada campur tangan pemerintah,” ujar Abdullah Gunawan, founder paktaniku.com.

Harga yang mahal sebanding dengan manfaat dan rasanya. Ini bisa menjadi brand beras organik kaltara yang dapat meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat. Asalkan pemerintah turut serta didalamnya. Karena kendala pasar, masyarakat menanam hanya untuk kebutuhan keluarga saja. “Tidak dijual hanya untuk dimakan saja,” ujar Amay pemilik lahan yang dikunjungi paktaniku.com.

Di lahan milik Amay yang luasnya diperkirakan hanya seperempat hektar itu, biasanya menghasilkan gabah hingga 15 kaleng. Ini cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Dari pengalamannya membina petani, Doko mengatakan untuk padi gunung bisa menghasilkan antara 2-2,5 ton per hektar gabah.

Manugal seperti saat ini ternyata bukan hanya dilakukan masyarakat Dayak saja. Masyarakat dari berbagai suku yang sudah menetap di Kaltara pun sudah terbiasa dan mampu melakukan pola ini. Salah satunya adalah Martinus. Pria asal Tana Toraja yang sudah menetap di Pimping yang ditemui paktaniku.com saat manugal bersama.

Jika mengacu pada peraturan Presiden No.81 tahun 2024 tentang penganeka ragaman pangan berbasis pangan lokal, potensi Gunung ini, harus dikembangkan tanpa mengubah pola dan cara yang ada.

Tantangan bagi para calon bupati dan gubernur yang memiliki potensi lahan padi gunung untuk menjadikannya sebagai salah satu program prioritas. Karena  Perpres ini menargetkan setiap pemerintah di masing-masing tingkatan, untuk menyediakan alokasi anggaran guna menyerap hasil-hasil pangan berbasis lokal. Ini dapat menjadi ‘senjata’ petani menagih komitmen pemerintah agar hasil-hasil pertanian lokal dapat diserap. Dengan demikian produk lokal bisa meningkat. (paktaniku)

Rekomendasi

Newsletter

Polling Cepat

Siapakah calon pemenang di Pilkada pilihanmu.?

  • Nama 1 (0%, 0 Votes)
  • Nama 2 (0%, 0 Votes)
  • Nama 3 (0%, 0 Votes)
  • Nama 4 (0%, 0 Votes)

Total Voters: 0

Loading ... Loading ...

berita populer

Pengunjung

  • Pengunjung Hari Ini588
  • Kunjungan Hari Ini687
  • Total Pengunjung121196
  • Total Kunjungan132299
  • Pengunjung Online10