Tulisan Abah Dahlan Iskan (DI), itu mistis. Dia bisa membawa alam bawa sadar saya, ke tempat yang dia ditulis. Kemarin tulisannya tentang “Bus Bukan” di Tiongkok, (selengkapnya bisa baca di www.disway.id). Membuat saya seolah-olah berada di sana di kantor Pemda Tiongkok. Aneh kan…

Itu ketika saya membaca satu paragraf  lahirnya Autonomous Rail Rapid Transit yang dipakai di Ibu Kota Nusantara.

Bus panjang tapi bukan bus itu, tulis abah DI,  lahir dari kota yang nun jauhnya dari Beijing. 2000 kilometer dari Beijing. Bisanya diproduksi di tempat jauh itu, karena, di sana, di setiap pedalaman Tiongkok, ada saja kiat-kiat sendiri untuk memajukan ekonominya.

Bahkan, tulis DI, Pemda sanalah yang mengangkut bus panjang itu ke pelabuhan untuk dieksport.

Sampai disini, masalah pertanian mengganti imajinasi saya. Coba kalau pemda disini mau repot seperti pemda di Tiongkok. Mengambil peran dan menjaga semangat bertani. Mengisi kekosongan pada sisi-sisi di mana petani tak berdaya. Saya pastikan, tidak akan ada petani yang mau menjual lahannya. Tidak ada petani yang akan membiarkan lahannya jadi lahan tidur.

Jika pemda mau, yakin dan percaya bahwa hasil-hasil pertanian kita bisa dibuat bersaing. Kita tidak perlu makan beras import lagi. Harga-harga dijaga sehingga tidak dipermainkan spekulan. Petani kita pasti kaya. Pemda tidak sulit lagi menarik pajak.

November nanti, kita akan memilih kepala daerah. Mulai lah mencari kepala daerah yang punya pemikiran berbeda. Jangan yang standar-standar saja. Harus kepala daerah yang memiliki pemikiran berani, tegas seperti bupati-bupati di Tiongkok itu. Punya resep meningkatkan ekonomi di tiap daerah. Ketertinggalan ekonomi, ketergantungan pangan di Kaltara, harus diselesaikan dengan cara baru. Bukan sekadar konsep. (paktaniku.com)