Handoko : Menggali Potensi Malinau dari Sektor Pertanian

Thursday, 15 August 2024 15:45:46 | 1036 views

Penulis: paktanik
Editor: paktanik
Tenguyun atau Gotong Royong, salah satu budaya saling membantu dalam membudidayakan padi lokal di masyarakat suku Dayak. Baik cara maupun varietasnya, menjadi salah satu warisan turun temurun yang harus dijaga dan dilestarikan sebagai sebuah kekayaan budaya. (dok/handoko)
Tenguyun atau Gotong Royong, salah satu budaya saling membantu dalam membudidayakan padi lokal di masyarakat suku Dayak. Baik cara maupun varietasnya, menjadi salah satu warisan turun temurun yang harus dijaga dan dilestarikan sebagai sebuah kekayaan budaya. (dok/handoko)

Dokohandoko, Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Pertanian di Kabupaten Malinau ini tidak berhenti mengupayakan pengembangkan varietas tanaman lokal, sebagai sebuah kekayaan dan kearifan lokal.

Setelah sukses dengan bisnis Kopi Do Ko nya, bersama pakar pemuliaan tanaman dari Unmul ia melakukan penelitian dan akan mendaftarkan varietas nenas sungai Boh.

Kini, Dokohandoko, sedang melakukan penelitian terhadap berbagai jenis varietas padi lokal yang banyak dikembangkan warga untuk di daftarkan sebagai Sumber Daya Genetik (SDG) dari Kabupaten Malinau.

“Padi adalah tanaman pangan utama di Indonesia. Dan budidaya padi lokal merupakan salah satu bentuk pelestarian kearifan lokal. Ini mencerminkan kekayaan budaya dan tradisi,” jelas Dokohandoko yang memang separoh usianya dia lakukan untuk memberikan pendampingan kepada petani dan sekaligus penggiat tanaman.

Padi yang sedang diteliti Dokohandoko ini adalah jenis padi ladang atau padi yang dikembangkan di sawah tadah hujan. Petani Kaltara menyebutnya dengan padi ladang. Sejak penanaman hingga panen, budaya gotong royong atau dalam Bahasa daerahnya disebut Tenguyun, sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari padi ini.

“Itu juga salah satu bentuk kearifan lokal,” ujarnya.

Oleh masyarakat Dayak, musim tanam padi ini dimulai ketika memasuki musim hujan.

Pengamatan terhadap sejumlah varietas padi lokal ini, telah dilakukan Handoko sejak 2012. Bersama Bidang Tanaman Pangan di Dinas Pertanian, Handoko akan mendaftarkan varietas mana yang memang memperlihatkan perkembangan yang bagus untuk dikembangkan.

Budidaya padi lokal atau padi ladang di masyarakat Dayak sudah dilakukan sejak dulu, dengan cara dan teknik yang turun temurun. Sehingga keberadaan padi lokal ini dapat dikatakan sebagai salah satu warisan budaya masyarakat Dayak.

Menurut Handoko, padi lokal itu memiliki beberapa keunggulan. Padi lokal lebih tahan lama daripada varietas padi unggul, padi lokal juga secara alami toleran terhadap cekaman abiotic  dengan kata lain lebih kuat menghadapi faktor lingkungan eksternal yang mempunyai efek negatif (stres) terhadap pertumbuhan, kinerja, atau kelangsungan hidup spesies tanaman (atau hewan).

Sehingga padi lokal dapat menjadi sumber gen, untuk merakit varietas unggul baru yang mampu bertahan dalam kondisi apapun.

Namun padi lokal juga punya kekerangan. Seperti produksi hanya sekitar 4 sampai 5 ton per hektar, masa panen lebih lama sekitar 4 sampai 5 bulan. Sehingga dalam setahun, padi ini hanya bisa ditanam satu kali saja.

Dari sekitar 25 jenis padi lokal yang dikembangkan masyarakat Dayak, Handoko mengatakan, akan menilai salah satunya yang paling banyak dikembangkan untuk di daftarkan sebagai varietas padi lokal Malinau. (paktaniku.com)

Rekomendasi

Newsletter

Polling Cepat

Siapakah calon pemenang di Pilkada pilihanmu.?

  • Nama 1 (0%, 0 Votes)
  • Nama 2 (0%, 0 Votes)
  • Nama 3 (0%, 0 Votes)
  • Nama 4 (0%, 0 Votes)

Total Voters: 0

Loading ... Loading ...

berita populer

Pengunjung

  • Pengunjung Hari Ini588
  • Kunjungan Hari Ini687
  • Total Pengunjung121127
  • Total Kunjungan132230
  • Pengunjung Online6