Minat Petani Menurun, Sawah Terlantar. Sawah Berubah Jadi kebun Sawit

Saturday, 20 July 2024 09:48:01 | 312 views

Penulis: paktanik
Editor: paktanik
Kawasan Tanjung Buka dan sekitarnya berpotensi menjadi lumbung pangan Kaltara jika mendapat perhatian serius. (googleearth)
Kawasan Tanjung Buka dan sekitarnya berpotensi menjadi lumbung pangan Kaltara jika mendapat perhatian serius. (googleearth)

Trend penurunan luasan sawah produktif yang menjadi perhatian serius pemerintah pusat saat, juga dialami Kaltara khususnya di Kabupaten Bulungan.

Di SP 1 Tanjung Buka misalnya, dari luasan sekitar 1.000 hektare yang digarap sekitar 465 kepala keluarga, diperkirakan saat ini yang digarap hanya berkisar 50 hektar saja.

“Dulu kami garap sekitar 550 hektar. Kalau sekarang ya paling yang digarap hanya 50 hektar saja, “ ujar Wahid mantan Ketua Gapoktan di SP 1 Tanjung Buka.

Penurunan luasan lahan sawah yang digarap petani, juga dapat dibuktikan dengan hasil survei dari Badan Pusat Statistik (BPS) . Secara luas untuk Kabupaten Bulungan, dalam tiga tahun terkhir mengalami penurunan tajam dalam luasan sawah yang berproduksi atau panen. Tahun 2021, luasan panen sawah adalah 3.954 hektar, kemudian turun menjadi 3.341 di tahun 2022 dan turun lagi menjadi 2.667 di tahun 2023. 

Khusus di SP 1, penurunan ini terjadi bukan karena alih fungsi lahan sawah menjadi perkebunan. Melainkan, menurunnya minat masyarakat karena kesulitan dalam pemasaran beras.

“Saya yakin kalau di SP 1 tidak ada yang berubah jadi kebun Sawit. Tapi saya tidak tau kalau di SP lain. Tapi kabarnya ada yang dulunya sawah sudah jadi kebun Sawit, “ ujarnya.

Selain pemasaran yang menjadi pemicu menurunnya minat untuk menanam padi di kalangan petani, faktor lain adalah pupuk. Diakui, penggunaan pupuk subsidi dan no subsidi memang memiliki perbedaan yang sangat jauh.

“Kalau pakai pupuk subsidi, ya 1 hektar hanya bisa 3 ton. Tapi kalau pupuk non subsidi, saya bisa menghasilkan 6,5 ton,” terang Wahid.

Masalah ini menjadi masalah klasik di kalangan petani. Pupuk subsidi dan non subsidi, sebenarnya dua jenis pupuk dengan kandungan yang sama, namun dosisis yang sangat berbeda.   

Di beberapa channel youtube salah seorang pemerhati pertanian yang banyak menciptakan pupuk-pupuk organic dan memperbanyak pupuk kimia dengan membuat ramuan antara pupuk buatan pabrik dengan limbah organik,  perbedaan kualitas pupuk subsidi dan non subsidi memang sudah sering kali dibahas. Dosis pemakaian pupuk antara subsidi dan non subsidi jauh berbeda. 1 kilogram pupuk subsidi disebutkan baru sebanding dengan 2 hingga 3 kilogram pupuk non subsidi.

Permasalahan kesulitan menggunakan pupuk yang berkualitas, juga berdampak pada tingginya rendemen gabah kering. Di Pulau Jawa, 1 ton gabah kering bisa menghasilkan beras hingga 650 kilogram. Sedangkan di Bulungan, dari pengalamannya Wahid mengakui 1 ton gabah kering hanya menghasilkan 400-450 kilogram beras. Meskipun demikian, petani sawah di sini masih memiliki keinginan untuk mengaktifkan kembali lahan sawah, asalkan ada jaminan dan keserisuan pemerintah, khususnya dalam tata niaga beras. (paktaniku)

Tag

Rekomendasi

Newsletter

Polling Cepat

Siapakah calon pemenang di Pilkada pilihanmu.?

  • Nama 1 (0%, 0 Votes)
  • Nama 2 (0%, 0 Votes)
  • Nama 3 (0%, 0 Votes)
  • Nama 4 (0%, 0 Votes)

Total Voters: 0

Loading ... Loading ...

berita populer

Pengunjung

  • Pengunjung Hari Ini588
  • Kunjungan Hari Ini687
  • Total Pengunjung121350
  • Total Kunjungan132456
  • Pengunjung Online4