Petani, pertanian, adalah profesi yang seumuran dengan peradaban manusia. Tetapi bicara petani di Indonesia tetap saja tidak lepas dari beragam masalah. Padahal dulu, bangsa ini pernah dideklarasikan sebagai negara agraris. Negara yang menjadikan pertanian sebagai pondasinya.
Semakin lama, masalah di sektor pertanian bukan berkurang. Tetapi terus bertambah. Masalah serius yang kini menyelimuti dunia pertanian, adalah kurangnya minat generasi muda menjadi petani.
“Profesi petani semakin tidak menarik bagi generasi muda. Mereka lebih memilih bekerja di sektor lain yang dianggap lebih menjanjikan dari segi ekonomi dan stabilitas pekerjaan”. Demikian disampaikan H Hasan Basri, SE MH senator asal Kalimantan Utara, dalam tulisannya kepada paktaniku.com.
Di era 70-80 an, kurangnya lapangan kerja membuat tenaga kerja yang bergerak disektor pertanian tidak menjadi masalah. Namun saat ini, banyaknya kesempatan bekerja, membuat sektor pertanian menjadi tidak diminati. Padahal dalam banyak pandangan pakar-pakar ekonomi dunia, sektor pertanian adalah sektor masa depan yang dipastikan akan tetap eksis di tengah berkembangnya dunia digital.
Menurut HB, kondisi ini harus segerah diatasi. Jika tidak, akan terjadi krisis regenerasi petani.
“Akan semakin sedikit yang mau dan mampu bertani di masa depan”.
Banyak faktor yang membuat generasi muda enggan untuk bertani. Misalnya minimnya modernisasi dalam sektor pertanian, mengakibatkan profesi petani dianggap penuh resiko dan berpenghasilan rendah.
Belum lagi harga-harga sarana produksi pertanian seperti pupuk, pestisida, teknologi dan bahan input pertaniannya lainnya, yang mahal.
Namun yang paling memiriskan adalah, penghargaan kepada hasil panen petani yang masih sangat rendah. Ini disebabkan suplay yang tidak seimbang dengan permintaan pasar.
“Perlindungan dan penghargaan dari negara kepada petani masih sangat rendah,” tegas Hasan Basri. (gun/paktaniku)