“Pak sebenarnya tujuan bapak ke Binuang tempo hari itu dalam rangka apa? 

Pesan whatsapp saya terima dari seorang warga Binuang setelah saya kirim link berita paktaniku.com.

“Biasanya pak Yansen itu mengajak wartawan atau penulis. Tapi kali ini kok yang diajak petani? – 

Saya sendiri bingung bagaimana menjawab pertanyaan ibu itu. Karena sejak awal, saya sudah janjian dengan DR Yansen TP untuk sama-sama ke Binuang menanam Durian-durian Premium yang bibitnya sudah disiapkan di belakang kediamannya di Malinau. Namun rencana batal karena jalan terputus.

Biar tidak “kepuhunan”, DR Yansen TP tetap mengajak saya untuk melihat perkebunan kopi miliknya di Batu Ruyud. 

Ya, sedikit banyaknya saya juga paham dengan kopi secara otodidak. Sebagai orang berdarah Toraja, naif rasanya kalau tidak paham cara menanam dan merawat kopi. Ilmu itu sudah turun temurun. 

Ibu bapak saya, asli Tana Toraja. Saya lahir dan besar di tengah kebun kopi. Rumah kami memang dikelilingi kebun kopi. Sampai hari ini, minuman pembuka pagi saya adalah kopi toraja asli. Selalu ada kiriman dari kampung. Bubuk kopi yang diolah tradisional, bukan roasting dengan alat moderen seperti yang disajikan di cafe-cafe.

Lebih 1.000 batang kopi jenis Arabica dan Liberika sudah ditanam Yansen TP di Batu Ruyud – Binuang. Beberapa sudah mulai berbuah. Aroma bunganya mengingatkan pada aroma yang tiap saat saya nikmati ketika di kampung.

Bukan hanya Yansen TP yang menanam kopi. Warga Binuang pun banyak yang punya kebun kopi. Tetapi masalahnya, bagaimana menjual hasil panen? Akses ke sana tidak kunjung baik.

Inilah yang menjadi masalah bagi seluruh Krayan. Daerah ini punya potensi pertanian yang sangat besar, namun dukungan akses pemasaran yang sulit bahkan sangat sulit. 

Di tengah kebun saat memantau tanaman kopi yang tumbuh sangat subur, saya diskusi dengan DR Yansen TP. Harus ada komoditi lain yang dikembangkan di Krayan. Komoditi yang tidak sulit mengangkutnya. Misalnya Vanili. Harganya cukup tinggi. Sampai-sampai dilabeli sebagai “ Green Coal – Batu Bara Hijau”.  Sebandinglah jika dikirim dengan pesawat.

Tetapi bagaimana dengan komoditi lain? 

Disinilah terjadi perubahan niat saya. Awalnya ingin menulis masalah pertanian di Krayan, berubah menjadi bagaimana semangat perjuangan Daerah Otonomi Baru – Kabupaten Krayan itu dinyalakan lagi.

Berbeda dengan DOB pada umumnya yang kebanyak menggunakan alasan klasik. “Mendekatkan pelayanan”. 

DOB Krayan bukan sekadar pelayanan yang klasik itu. Tetapi DOB Krayan untuk menjual potensi yang ada. Potensi besar ada di Krayan. Pertanian dan Pariwisata sangat menjanjikan. Tidak akan berarti jika tidak terjangkau.

Berselang 10 tahun setelah Tana Toraja ditetapkan sebagai kabupaten tahun 1957, potensinya langsung dilirik investor Jepang. Perusahaa Toarco Jaya, perusahaan patungan Indonesia-Jepang, membuka perkebunan kopi besar-besaran, yang eksis hingga saat ini. (baca : kabupaten ikonik di www.paktaniku.com).

Dampaknya luar biasa bagi Sulawesi Selatan. Toarco Jaya inilah yang mempopulerkan Kopi Arabika Toraja menjadi mendunia.

Ini alasan paling tepat untuk memperjuangkan DOB Krayan. Krayan punya sejuta potensi yang masih terkubur.  

Nilai plusnya lagi, Krayan adalah beranda depan Nusantara. Haruslah tidak tertinggal dari negara tetangga. (paktaniku)