Masalah pangan terus menghantui masa depan negara. Berbagai upaya dilakukan sejak Presiden Prabowo dilantik, membuktikan ada keseriusan untuk mewujudkan swasembada pangan. Baru-baru ini, sebuah langkah konkrit untuk penyediaan pangan nasional baru saja dilakukan.
Brigade Pangan sebuah program untuk ketahanan pangan diluncurkan kementerian pertanian
Ada yang menarik dari Brigade pangan yang dibentuk, selain melibatkan petani milenial, juga melibatkan warga binaan yang memasuki masa bebas bersyarat.
Dengan demikian program Brigade pangan ini tidak saja melibatkan Kementrerian pertanian, namun juga melibatkan lintas kementrian.
Dikutip dari laman indonesiabaik.id, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk dapat bergabung dalam program Brigade Pangan, antara lain,beranggotakan 15 orang petani millennial dan berkomitmen melakukan kemitraan minimal 5 tahun.
Setiap Brigade yang dibentuk diperkirakan akan menghabiskan biaya operasional hingga Rp3,94 miliar, dengan proyeksi pendapatan mencapai Rp8,4 miliar. Dengan demikian keuntungan bersih sebesar Rp4,46 miliar.
Sementara pendapatan bagi para petani diproyeksikan mencapai Rp10 juta per bulan. Hal ini seperti dijelaskan Kepala Biro Humas Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan) Moch Arief Cahyono dalam keterangan di Jakarta (24/11/2024), seperti dikutip dari laman Antara.
Arif menyebut bahwa perhitungan potensi pendapatan Brigade Swasembada Pangan atau petani muda milenial dapat mencapai Rp10 juta per bulan bahkan lebih, jika mengelola sawah dengan sistem modern
“Setiap Brigade yang terbentuk beranggotakan 15 orang dengan mengelola lahan 200 hektare. Mereka akan mengelola lahan selama 5 tahun agar pendapatannya optimal,” kata Arief.
Arief menjelaskan, dengan produktivitas rata-rata 5 ton per hektare, potensi produksi mencapai 1.000 ton gabah kering panen (GKP) dan asumsi harga gabah Rp6.000 per kilogram, maka total pendapatan kotor brigade dapat mencapai Rp6 miliar
“Setelah dikurangi biaya operasional sebesar Rp19 juta per hektare atau total Rp3,8 miliar untuk lahan 200 hektare, maka perkiraan pendapatan bersih dari budidaya padi ini adalah sebesar Rp2,2 miliar dan nantinya dibagi antara brigade dan pemilik lahan,” jelas Arief.
Program ini menggunakan skema bagi hasil 70:30, di mana 70 persen pendapatan diberikan kepada brigade dan 30 persen untuk pemilik lahan. Selain itu, sebagian dari pendapatan brigade juga disisihkan untuk modal tanam berikutnya agar kegiatan ini berkelanjutan.
Dengan begitu, potensi penghasilan Rp10 juta per bulan bahkan bisa lebih besar jika pengelolaan dilakukan secara lebih efisien dan produktif.
“Jika mampu tanam 2–3 kali dalam setahun, hasilnya tentu akan meningkat. Apalagi pemerintah telah menghibahkan alat dan mesin pertanian senilai Rp3 miliar untuk dikelola brigade selama lima tahun,” kata Arief.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyebutkan, warga binaan yang menjalani bebas bersyarat akan dilibatkan dalam Brigade Pangan.
Inisiatif ini bertujuan untuk memberdayakan WBP yang sedang menjalani masa bebas bersyarat atau cuti menjelang kebebasan melalui pelatihan intensif di sektor pertanian.
Kolaborasi ini akan difokuskan pada pelatihan intensif komoditas padi, yang menjadi kebutuhan pokok utama nasional.
Selama pelatihan, warga binaan akan ditempatkan di lokasi khusus selama 1-2 tahun untuk mempelajari pengelolaan lahan, penerapan teknologi pertanian modern, hingga pemasaran hasil panen
Ada 12 provinsi di Indonesia yang menjadi focus utama pelaksanaan program Brigade pangan ini. Apakah Kalimantan Utara menjadi salah satu provinsi yang dijadikan focus pelaksanaan program Brigade pangan? Mengingat potensi lahan persawahan di Kaltara masih sangat luas. (paktaniku)